Media sosial tak pernah lepas dari kehidupan sehari hari masyarakat Indonesia. Namun kini ada sekelompok orang, termasuk para selebriti, yang dengan sengaja menghentikan aktivitas bermedia-sosial dari kehidupan sehari hari mereka. Mereka melakukan detoks media sosial atau lebih luas lagi detoks digital. Syversten dan Enli (2019) mendefinisikan digital detoks sebagai diskoneksi periodik dari media sosial atau online, atau strategi untuk mengurangi keterlibatan dalam media digital. Menurut Sylversten dan Enli (2019) detoks digital berdiri dalam tradisi panjang resistensi media dan non-use media. Tetapi menganjurkan keeimbangan dan kesadaran lebih dari diskoneksi permanen. Karena itu, dalam konteks fenomena tersebut, menarik untuk mengajukan pertanyaan: bagaimana detoks media sosial menggambarkan resistensi terhadap media sosial?
Fenomena detoks media sosial media menarik dikaji dengan pendekatan teori praktis. Menurut Studi tentang praktik muncul melalui perhatian pada bagaimana tindakan dan habit manusia dibentuk dan dipelihara sepanjang waktu dan dengan cara itu berpengaruh terhadap dunia (Pink, Sarah, dkk, 2016: 42). Pandangan ini berpengaruh terhadap studi media dan melahirkan apa yang disebut sebagai media practice. Media Practice. Peneliti media studies mengkaji terutama penggunaan media dan bagaimana khalayak media disengage dengan, secara masuk akal, media dalam kehidupan sehari-hari (Pink, Sarah, dkk, 2016: 43). Ini berbeda dengan pendekatan media studies yang konvensional, Couldry menyebutnya sebagai paradigma penelitian yang “melihat media bukan sebagai teks atau produksi ekonomi, tetapi pertama tama dan terutama sebagai praktik” (Couldry, 2004, 2010).
Paradigma baru yang diusulkan Couldry sangat sederhana. Ia memperlakukan media sebagai seperangkat praktik yang berkaitan dengan, atau berorientasi pada, media.1 Potensi formulasi ini hanya menjadi jelas ketika kita melihat lebih dekat pada perdebatan terbaru tentang “praktek” dalam ilmu sosial. Tujuannya untuk melakukan penelitian media yang tidak berfokus pada studi teks-teks media ataupun struktur produksi (penting meskipun ini) dan untuk mengarahkannya kembali studi tentang rangkaian praktik terbuka yang berfokus langsung atau tidak langsung pada media. Ini menempatkan studi media dengan kuat dalam sosiologi yang lebih luas dalam tindakan dan pengetahuan (atau, jika Anda suka, antropologi budaya atau kognitifantropologi), dan membedakannya dari versi studi media yang dirumuskan dalam paradigma literary criticism.
Media resistensi sendiri menurut Mullaney dalam Woodstock (2014) beririsan dengan teori praktis, memperluas teori ke dalam bidang yang disebut “tidak melakukan” (“not doing”). Istilah media resistensi menurut Syversten (2017: 9) digunakan sebagai istilah untuk mendiskusikan rentang sikap dan tindakan negatif terhadap media.
Detoks Digital sebagai salah satu bentuk resistensi terhadap media dikaji antara lain oleh Syversten dan Enli (2019). Syvertsen dan Enli menganalisis 20 teks yang mempromosikan detoks digital dalam kaitannya dengan konsep otentisit dan bagaimana argument untuk detoks digital dipahami dalam konteks budaya dan politik yang luas. Kesimpulannya adalah bahwa gagasan otentisitas sebagai menjadi real, genuine, true, sebagai lawan dari menjadi fake, unreal, dan untrustworthy. Kesimpulan lainnya, detoks digital melahirkan tanggungjawab personal untuk menyeimbangkan risiko dan tekanan yang merepresentasikan bentuk komodifikasi otentisitas dan nostalgia (Syversten dan Enli, 2019).
Sumber:
Couldry, N. (2004). Theorising media as practice. Social Semiotics, 14(2), 115–132.
Pink, Sarah, dkk., (2016). Digital Ethnography. Sage
Portwood-Stacer, L. (2012). Media refusal and conspicuous non-consumption: The performative and political dimensions of Facebook abstention. New Media & Society, 15(7), 1041–1057. doi:10.1177/1461444812465139 https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/1461444812465139?casa_token=Tlo55osZVR4AAAAA%3AvIA24oUJDr3QCyB_1ovofqfkV7m9j6Fr7EOBrylJtwKCF-u3p8wrRXSukioha-hJe1nOywL62fla
Syvertsen, T., & Enli, G. (2019). Digital detox: Media resistance and the promise of authenticity. Convergence: The International Journal of Research into New Media Technologies, 135485651984732. doi:10.1177/1354856519847325 https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/1354856519847325?casa_token=mtPiGT5r0BAAAAAA%3A3nsn5kOTCpuIw1z61KEpuexKecT29dKT0hnmYv0gEKvaYV-lw5ZEYXjqKffOoGSisJeg1oXNw_ix
Ugur, N. G., & Koc, T. (2015). Time for Digital Detox: Misuse of Mobile Technology and Phubbing. Procedia –Social and Behavioral Sciences, 195, 1022–1031. doi:10.1016/j.sbspro.2015.06.491 https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1877042815039701
Wilcockson, T. D. W., Osborne, A. M., & Ellis, D. A. (2019). Digital detox: The effect of smartphone withdrawal on mood, anxiety, and craving. Addictive Behaviors. doi:10.1016/j.addbeh.2019.06.002 https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0306460319300681
Woodstock, Louise. (2014) Media Resistance Opportunities for practice theory and new media research. International Journal of Communication 8, 1983-2001 https://ijoc.org/index.php/ijoc/article/view/2415