Tugas UAS

Rangkuman dan Pertanyaan Penelitian SAP 2-14

No SAP Pokok Pikiran Pertanyaan Penelitian

 

2 Teori Media dan Praktik

 

 

 

Sumber Bacaan:

 

Couldry, N. (2004). Theorizing Media as Practice. Social Semiotics. 14(2) 115-132

 

Pink et al. (2016). Digital Ethnography Principle and Practice

 

 

Couldry (2004: 117) mengusulkan paradigma baru dalam studi media yang disebutknya sebagai praktik. Ini berbeda dengan pendekatan media studies yang konvensional, Couldry menyebutnya sebagai paradigma penelitian yang “melihat media bukan sebagai teks atau produksi ekonomi, tetapi pertama tama dan terutama sebagai praktik” (Couldry, 2004, 2010). Pendekatan ini memperlakukan  media sebagai seperangkat praktik yang berkaitan dengan, atau berorientasi pada media. Tujuannya untuk melakukan penelitian media yang tidak berfokus pada studi teks-teks media ataupun struktur produksi (meskipun ini penting) dan untuk mengarahkannya kembali studi tentang rangkaian praktik terbuka yang berfokus langsung atau tidak langsung pada media.

Menurut Couldry (2004: 121) dalam penelitian teori praktik dapat diterjemahkan dalam dua pertanyaa, yaitu apa yang orang lakukan dalam media dan apa yang orang katakan dengan media

 

Menurut Pink, dkk, (2016: 42) studi tentang praktik muncul melalui perhatian pada bagaimana tindakan dan habit manusia dibentuk dan dipelihara sepanjang waktu dan dengan cara itu berpengaruh terhadap dunia. Pandangan ini berpengaruh terhadap studi media dan melahirkan apa yang disebut sebagai praktik media.

 

Peneliti kajian media mengkaji terutama penggunaan media dan bagaimana khalayak media disengage dengan media dalam kehidupan sehari-hari  (Pink, Sarah, dkk, 2016: 43).

 

 

Bagaimana praktik kampanye di media sosial dengan menggunakan robot politik pada Pemilu Presiden  2019?

 

 

 

3 Teori Media, Praktik, dan Sistem Sosial

 

Bourdieu P (1977) Outline of Theory of Practice

 

Certeau, Michel de. (1984). The Practice of Everyday Lie

 

Certeu (1994: xix) menjelaskan srategi sebagai hubungan-kekuatan yang menjadi mungkin ketika kemauan subjek

dan kekuasaan (pemilik, perusahaan, kota, lembaga ilmiah) dapat diisolasi

dari “lingkungan”. Strategi mengasumsikan tempat yang dapat dibatasi sebagaimana mestinya (Propre) dan dengan demikian berfungsi sebagai dasar untuk menghasilkan hubungan dengan eksterior yang berbeda dari itu (pesaing, musuh, “klien,” “target,” atau “objek” penelitian). Politik, rasionalitas ekonomi, dan ilmiah telah dibangun di atas model strategi ini.

Strategi yang dimaksud Bourdieu di sini terkait dengan banyak hal, misalnya soal suksesi kepemimpinan, pendidikan, investasi sosial atau ekonomi, perkawinan dan lain-lain. Strategi dipergunakan ketika terjadi perbedaan (gap) antara praktek dan situasi yang dihadapi. Dalam setiap kasus, perbedaan yang ada memungkinkan kita untuk mengambil tindakan atau langkah yang berbeda-beda yang dikaitkan dengan logika praktis kita.

Konsumen dari sudut pandang de Certeau (1984) telah berubah dan mampu kreatif mengambil dan memanipulasi produk-produk yang mereka konsumsi. Lebih lanjut, konsumen sekarang telah memiliki kemampuan untuk menciptakan produksi budaya sendiri sebagai akibat dari reaksi terhadap budaya yang sebelumnya dikonsumsi. Hal ini terjadi karena keterlibatan dan kreativitas konsumen, menghasilkan makna, benda, maupun gaya hidup sebagai alternatif dari budaya (komoditas) sebagai basis awal. Konsumsi tidak menjadi akhir dari suatu proses, melainkan awal dari hal lainnya, menjadikan hal tersebut sebagai bentuk produksi baru (work of consumption).

Bagaimana praktik mengkonsumsi (strategi dan taktik pemilih dalam mengkonsumsi) kampanye di media sosial yang menggunakan robot politik pada Pilpres 2019?
4 Teori Media dan Teori Sosial

 

Couldry, N (2012) Media Society, World: Social Theory and Digital Media

 

Hesmondhalgh, D. &Toynbee, J. (Eds.). The Media and Social Theory.

 

Menurut Couldry (2012: ix) berbicara tentang hubungan media dengan masyarakat dan dunia, apakah itu eksplisit atau tidak, berarti berbicara tentang dunia sosial: jenis proses hubungan dalam ruang sosial. Couldry  menggambarkan piramida dengan empat sudut yang menggambarkan aneka pendekatan dalam melihat media: political economy of media, medium theory, media studies/textual analysis, dan socially oriented media theory (h.6) Couldry menekankan pentingnya teori media yang berorientasi sosial. Pendekatan yang berorientasi sosial pada teori media secara fundamental difokuskan pada tindakan (action). Media menyediakan titik masuk untuk memahami tindakan manusia. Titik mulainya adalah terbuka pada praktik dan mengaitkan praktik pada relasi kekuasaan secara luas.Menurut Couldry, internet telah menyebabkan digital divided, perlawanan terhadap connectivity (disconnection), serta perlawanan terhadap hegemoni bahasa Inggris dalam dunia internet.

 

 

Bagaimana praktik diskoneksi dimaknai sebagai tindakan perlawanan terhadap kampanye di media sosial yang menggunakan robot politik pada Pilpres 2019?

 

5 Teori Media dan Konsumsi

 

 

Bourdieu, P. (1984). Distinction: A Social Critique of The Judgement of Taste

 

Warde, A (2014). ‘After Taste: Culture, consumption and theory of practice’

 

Dalam Distinction Bourdieu menunjukan bahwa salah satu cara untuk membedakan diri berdasarkan kelas adalah melalui konsumsi: makanan, budaya, dan penampilan. Ketiga struktur konsumsi di atas yaitu makanan, budaya, dan penampilan mempunyai makna dalam hubungannya dengan kekuasaan. Cara memilih makan, cara mengonsumsi buku dan cara berpenampilan  menunjukan kelas sosial tertentu. Dengan demikian selera tidaklah netral.

 

Bagaimana praktik mengkonsumsi kampanye di media sosial yang menggunakan robot politik pada Pilpres 2019 menggambarkan perbedaan kelas sosial pemilih?

 

 

6 Teori Media dan Industri

 

Hesmondhalgh, D (2010). ‘Media industry studies, media production studies’, in J Curran (Ed.) Media and Society

 

Sum, N. L. &Jessop B (2013). Towards a cultural political economy: Putting culture in the place of political economy

 

Jeshop dan Ngai-Ling Sum (2013) mengatakan bahwa salah satu ciri dari cultural political  economy sebagai ilmu sosial adalah komitmen untuk mengkritik ideology dan dominasi. Bagaimana hegemoni perusahaan teknologi dan konsultan politik dalam membentuk narasi pentingnya kampanye di media sosial dengan menggunaan robot politik pada Pilpres 2019?
7

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sintesa

 

  Pertanyaan sintesa:

Bagaimana praktik kampanye di media sosial dengan menggunakan robot politik pada Pemilu Presiden (Pilpres)  2019?

 

 

Rincian Pertanyaan Penelitian:

–          Bagaimana praktik mengkonsumsi (strategi dan taktik pemilih dalam mengkonsumsi) kampanye di media sosial yang menggunakan robot politik pada Pilpres 2019?

–          Bagaimana praktik mengkonsumsi kampanye di media sosial yang menggunakan robot politik pada Pilpres 2019 menggambarkan perbedaan kelas sosial pemilih?

 

9 Teori Media dan Kajian Budaya

 

Hall, S (1997) Representation: Cultural Representation and Sygnifying Practices.

 

Morley, D (1980) The Nationwide Audience Structure Decoding

 

Hebdige, Dick (1979) Subculture: The Meaning of Style

Tulisan Hall (1997) ‘The work of Representation’ membahas secara mendalam argument teoritis tentang makna, bahasa dan representasi. Menurut Hall, representasi merupakan salah satu praktik utama dalam proses produksi budaya dan momen kunci dari apa yang disebut sebagai sirkuit budaya (h.1). Tetapi apa keterkaitan antara representasi dengan budaya? Bagi Hall konsep representasi telah menempati tempat penting dalam studi budaya.  Representasi berarti menggunakan bahasa untuk mengatakan sesuatu yang bermakna tentang, atau untuk mewakili, dunia secara bermakna, kepada orang lain. Representasi adalah bagian penting dari proses di mana makna dihasilkan dan dipertukarkan antara anggota suatu budaya. Itu memang melibatkan penggunaan bahasa, tanda dan gambar yang mewakili (h. 15).

Hall (h. 15-19) menyebut 3 teori tentang bagaimana bahasa digunakan untuk mewakili dunia, yaitu teori replektid, intensional, dan konstruksionis. Dalam pendekatan reflektif, makna dianggap terletak pada objek, orang, ide atau peristiwa dalam dunia nyata, dan fungsi bahasa seperti cermin, untuk mencerminkan makna sebenarnya seperti yang sudah adaada di dunia. Seperti yang dikatakan penyair Gertrude Stein, ‘Mawar adalah mawar, adalah mawar’. Pendekatan kedua untuk makna dalam representasi berpendapat sebaliknya. Menurutnya, pembicara, penulis, memaksakan maknanya yang unik pada dunia melalui bahasa. Kata-kata berarti apa yang penulis maksudkan. Ini adalah pendekatan yang disengaja. Kita semua, sebagai individu, memang menggunakan bahasa untuk menyampaikan atau mengomunikasikan hal-hal yang khusus atau unik bagi kita, dengan cara kita memandang dunia. Pendekatan ketiga adalah konstruktivis yang mengatakan bahwa sesuatu tidak berarti: kita membangun makna, menggunakan sistem representasional – konsep dan tanda. Konstruktivis tidak menyangkal keberadaan dunia material. Namun, bukan materialnya dunia yang menyampaikan makna: itu adalah sistem bahasa atau sistem apa pun yang kita gunakan untuk mewakili konsep kita. Aktor-aktor sosial yang menggunakan sistem konseptual budaya mereka dan linguistik dan sistem representasional lainnya untuk membangun makna, untuk membuat dunia bermakna dan untuk berkomunikasi tentang dunia itu secara bermakna kepada orang lain.

 

Bagaimana reresentasi kampanye di media sosial pada Pilpres 2019?
10 Teori Media, Interaksionisme Simbolis, dan Strukturasi

 

Gidden, A (1984) The Constitution of Society: Outline of The Theory of Structuration

 

Blumer, H. (1962) ‘Society as Symbolic Interaction

Teori strukturasi Anthony Giddens berupaya menggabungkan agen(si) dan struktur yang sebelumnya dianggap sebagai oposisi biner. Gidden melihat isu agensi-struktur dengan cara historis, procedural dan dinamis. Karena itu menurut ststrukturasi Giddens, dasar dari masyarakat bukan pengalaman aktor individu atau agensi), juga bukan keberadaan struktur, tetapi praktik praktik sosial yang tersebut. Giddens mendefinisikan struktur sebagai kumpulan aturan dan sumber yang diorganisasikan secara berulang-ulang. Sedangkan system dipahami sebagai praktik sosial yang dilakukan secara berulang ulang. Bagaimana interaksi antar aktor dalam kampanye di jaringan sosial media pada Pilpres 2019?
11 Teori Media dan Feminisme

 

Butler, J (1999) Gender Trouble: Feminism and the Subversion of Identity

 

Butler, J (2004) Undoing Gender

Konsep penting yang diketengahkan Butler dalam Gender Trouble adalah tentang performatifity (1990:xv). Menurut Buter sulit untuk mengatakan dengan tepat apa itu performativitas. Ia mengaku pandangannya sendiri tentang apa itu “performativitas” mungkin telah berubah dari waktu ke waktu. Menurutnya, ia  awalnya mengambil petunjuk cara membaca kinerja gender dari Jacques Derrida yang membaca Kafka “Before the Law.” Ada orang yang menunggu hukum, duduk di depan pintu hukum, mengatributkan suatu kekuatan tertentu dengan hukum yang ditunggu seseorang.  Dalam contoh pertama, kemudian, performativitas gender berputar di sekitar metalepsis ini, cara di mana antisipasi dari esensi gender menghasilkan apa yang ia posisikan sebagai di luar dirinya. Kedua, performativitas adalah bukan tindakan tunggal, tetapi pengulangan dan ritual, yang mencapai efeknya melalui naturalisasi dalam konteks tubuh, ipahami, sebagian, sebagai durasi temporal yang berkelanjutan secara budaya. Bagaimana tindakan performative kelompok Golput (kelompok diluar arus utama polarisasi) dalam kampanye di media sosial  pada Pilpres 2019?
12 Teori Media, Hiperrealitas dan Masyarakat informasi

 

Baudrillard., J (1994) Simulacra and Simulation.

 

Castells, M. (2000) The Rise of the Network Society

Baudrillard (1994) mengemukakan bahwa kita sekarang ini hidup di era simulasi yaitu zaman di mana keaslian dan dunia kultural cepat lenyap. Simulasi adalah penghilangan yang real dan yang imajiner, yang nyata dengan yang palsu. Yang real telah mati dan digantikan oleh simulasi. Pada era ini yang asli yang tiruan dan yang imajiner saling bercampur baur. Kesatuan berbagai realitas yang campur baur itu disebut sebagai simulacra. Dalam simulacra realitas tidak lagi menemukan referensi atau representasinya. Simulasi dewasa ini bukan lagi cermin atau konsep tetapi pembangkitan realitas melalui model real tanpa asal usul. Itulah yang disebut hiperealitas. Bagaimana hiperrealitas kampanye di sosial media pada Pilpres 2019?
13 Teori Media dan Modernitas

 

McGuigan, J (2006) Modernity and Postmodern Culture.

 

McLuhan, M. (2003) Understanding Media: The Extensions of Man

 

 

Menurut McLuhan (2003) teknologi yang baru tidak replace atau mendisplace teknologi sebelumnya, tetapi perkembangannya bersifat transformative di mana teknologi yang baru juga mengandung teknologi yang lama. Dalam teknologi televisi ada teks peninggalan kebudayaan cetak, ada audio peninggalan radio, dan ada visual. Semua elemen itu menyatu dalam televise. Bagaimana transformasi kampanye politik dalam Pilpres dalam situasi media Hybrid?
14 Teori Media dan Efek

 

Perse, E.M., & Lambe, J. (2001) Media effect and Society

 

Barker, M. and Petley, J (Eds.) (2001) Ill Effect: The Media/Violence Debate.

 

Dayan, D. and Katz, E (1992) Media Events: Live Broadcasting of History

Buku Ill Effect: The Media/Violence Debate mempersoalkan klain tentang effek kekerasan di media yang selama ini dianggap sangat kuat. Menurut Barker dan Petley (2001), editor buku Ill Effect, klaim tentang kemungkinan efek media tidak hanya salah, tapi juga gila. Alasannya mereka yang mengajukan klaim terus menerus itu mengajukan pertanyaan yang salah. Pertanyaan mereka memiliki status yang sama dengan yang, selama berabad-abad bersikeras bertanya apakah penyakit manusia, kematian babi, badai petir, dan kegagalan tanam adalah hasil dari sihir. Kekeliruannya adalah bahwa kita harus pertama tama memiliki sihir agar pertanyaan tersebut masuk akal.

Alasan utama kenapa pertanyaan-pertanyaan tersebut salah adalah karena tidak ada yang namanya kekerasan di media yang memiliki efek dapat merusak-atau menguntungkan. Adalah bodoh apabila bertanya apa efek dari media tanpa pada saat yang sama bertanya di mana, kapan, dan dalam konteks apa jenis kekerasan tertentu digunakan. Menurut Barker dan Petley (2001) pertanyaan palsu tersebut tidak mudah dibuang, dan klaim selanjutnya bahwa kekerasan media melakukan fungsi sosial dan politik yang penting tak berbeda dengan tuduhan sihir pada era sebelumnya.  Penelitian Schlesinger (dalam Barker dan Petley, 2001) menyimpulkan masalahnya bukan apakah penggambaran kekerasan meningkatkan kekerasan serupa, tetapi perasaan dan reaksi di antara orang orang yang secara nyata atau potensial menjadi korban kekerasan.

Bagaimana pengaruh kampanye di media sosial yang menggunakan robot politik terhadap pemilih pada Pilpres 2019?
14 Sintesa   Pertanyaan Sintesa:

“Bagaimana praktik kampanye di media sosial yang menggunakan robot politik pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2019?

 

Rincian Pertanyaan:

–          Bagaimana interaksi antar aktor dalam kampanye di jaringan sosial media pada Pilpres 2019?

–          Bagaimana representasi dan hiperrealitas kampanye di sosial media pada Pilpres 2019?

–          Bagaimana praktik mengkonsumsi (strategi dan taktik pemilih dalam mengkonsumsi) kampanye di media sosial yang menggunakan robot politik pada Pilpres 2019?

 

 

Leave a comment

Filed under Uncategorized

Leave a comment